BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Jumat, 12 April 2013

Teori Pendekatan Sifat (Teori Orang-Orang Besar)

Nama            : NURSIASIH

Mat.Kuliah    : Opini Publik

Dosen           : Abdul Jalil S.Sos M.Ikom







Teori pendekatan sifat atau trait approach theory, kadang disebut sebagai greath man theory merupakan pendekatan teori kepemimpinan awal.
Teori ini didefinisikan sebagai pola terpadu dari karakteristik pribadi yang mencerminkan berbagai perbedaan individual dan efektivitas kepemimpin yang konsisten di berbagai kelompok dan situasi organisasi (Zaccaro, Kemp, & Bader, 2004).
Teori ini menganggap pemimpin itu dilahirkan (given), bukan karena faktor pendidikan dan pelatihan. Konsep kepemimpinan dalam teori orang besar adalah atribut tertentu yang melekat pada diri pemimpin, atau sifat personal, yang membedakan pemimpin dari pengikutnya. Teori ini secara garis besar merupakan penjelasan tentang orang besar atau pahlawan dengan pengaruh individualnya berupa karisma, intelegensi, kebijaksanaan, atau dalam bidang politik tentang pengaruh kekuasaannya yang berdampak terhadap sejarah.
Jika kita melihat para pemimpin besar dari masa lalu seperti Alexander Agung, Hannibal Barca, Napoleon, Jenghis Khan dan Abraham Lincoln, kita akan menemukan bahwa mereka tampaknya berbeda dari manusia biasa dalam beberapa aspek. Hal yang sama berlaku untuk para pemimpin kontemporer seperti Barack Obama dan Nelson Mandela atau Joko Widodo. Mereka memiliki ambisi tingkat tinggi ditambah dengan visi yang jelas kemana tujuan mereka.
Pemimpin demikian disebut sebagai pemimpin alamiah, lahir dengan seperangkat kualitas pribadi yang membuat mereka pemimpin yang efektif. Bahkan saat ini, keyakinan masyararakat bahwa pemimpin hebat itu terlahir adalah sesuatu yang lumrah.
Teori pendekatan sifat membedakan antara pemimpin yang efektif dengan yang tidak efektif. Bila kita memperhatikan eksekutif puncak, tokoh olahraga, dan bahkan politisi seringkali tampaknya memiliki aura yang membedakan mereka dari orang lain.
Menurut teori kontemporer, seorang pemimpin tidak seperti orang lain. Mereka tidak perlu intelektual jenius atau nabi maha tahu untuk berhasil, tetapi mereka pasti harus memiliki hal-hal yang tepat yang tidak sama hadir dalam semua orang. Orientasi ini mengungkapkan pendekatan untuk mempelajari kepemimpinan yang dikenal kini sebagai teori pendekatan sifat.

Kajian Teori

Kajian terhadap teori ini sebagian dilakukan pada abad ke-19, dikaitkan dengan komentar sejarawan Thomas Carlyle yang mengatakan bahwa “Sejarah dunia adalah biografi dari orang-orang besar” atau “The history of the world is but the biography of great men“. Herbert Spencer juga berpengaruh terhadap teori dengan mengatakan bahwa sebuah kondisi sosial tak mungkin tercipta tanpa kehadiran orang besar…”Before he can remake his society, his society must make him”. Menurut mereka, pemimpin adalah sebuah bakat dengan kualitas unik yang mampu menangkap imajinasi sekelompok masyarakat.
Pandangan senada juga bisa dirujuk pada penelitian Arnold Toynbee terhadap lahirnya peradaban besar di dunia. Menurut Toynbee kemunculan peradaban-peradaban besar tersebut sangat dipengaruhi oleh sebuah faktor yang diistilahkannya sebagai creative minority.Dimana creative minority adalah sekelompok masyarakat dengan superioritas jiwa dan roh dan ketepatan gagasannya mampu menggerakkan pengikutnya dari keadaan pasif menjadi aktif dan kemudian menghasilkan sebuah peradaban besar.
Teori pendekatan sifat menyatakan bahwa beberapa orang dilahirkan dengan atribut yang diperlukan yang membedakan mereka dari orang lain dan memiliki sifat-sifat bertanggung jawab atas posisi mereka dengan asumsi kekuasaan dan otoritas. Dengan kata lain atribut-atribut yang ada dalam seorang pemimpin berbeda dangan seorang pengikut. Seorang pemimpin adalah seorang pahlawan yang mengarahkan tujuan melewati rintangan bagi para pengikutnya.
Teori ini menunjukkan bahwa mereka yang berkuasa layak berada di sana karena anugerah khusus mereka. Selanjutnya, teori ini menyatakan bahwa sifat-sifat tersebut tetap stabil sepanjang waktu di seluruh kelompok yang berbeda. Dengan demikian, hal itu menunjukkan bahwa semua pemimpin besar menunjukkan karakteristik tersebut terlepas dari kapan dan di mana mereka tinggal atau peran yang tepat dalam sejarah mereka.

Kritik

Banyak ciri-ciri yang dikutip sebagai atribut penting untuk menjadi pemimpin yang efektif adalah sifat-sifat khas yang maskulin. Dengan demikian telah terjadi bias gender terhadap pandangan yang dikemukakan. Dalam penelitian kontemporer, ada pergeseran yang signifikan dari sisi mentalitas. Bahwasannya apa yang dikemukakan berlaku untuk kaum perempuan juga.
Kepemimpinan sebelumnya dianggap sebagai kualitas yang berhubungan terutama dengan laki-laki, dan karena itu teori ini disebut sebagai great man theory. Tapi kemudian dengan munculnya banyak pemimpin perempuan besar juga, teori ini diakui sebagai teori orang besar dengan makna yang lebih luas.

Kesimpulan

Teori ini memberikan sumbangan berarti terhadap penelitian selanjutnya tentang aspek kepemimpinan. Teori ini memumpun terhadap sifat-sifat yang dimiliki seorang pemimpin. Tentang siapa itu pemimpin. Dan apa karakteristik yang membedakan pemimpin besar dan pengikut dan seperti apa menjadi seorang pemimpin yang efektif. Dalam kajian-kajian terhadap faktor-faktor pembeda antara pemimpin yang efektif dan yang tidak efektif dapat ditemui pada teori pendekatan sifat.

SUMBER REFERENSI : http://perilakuorganisasi.com/teori-orang-besar.html

Resume Buku : REKAYASA SOSIAL: REFORMASI, REVOLUSI, ATAU MANUSIA BESAR. Penulis : Jalaludin Rakhmat


Ketika membahas masalah sosial maka kita juga perlu untuk membahas berbagai bentuk dari kesalahan pemikiran yang digunakan manusia dalam memperlakukan masalah sosial yang disebut oleh para ilmuwan dengan sebutan intellectual cul-de-sac yang menggambarkan kebuntuan pemikiran. Penulis mengungkapkan ada dua jenis kesalahan berpikir, yakni intellectual cul-de-sac yang terjadi akibat penggunaan logika yang tidak benar dan mitos, yaitu sesuatu yang tidak benar, tetapi dipercayai oleh banyak orang termasuk oleh para ilmuwan. Dua bentuk kesalahan ini acapkali menghampiri kita dan membuat pemahaman kita terhadap masalah sosial yang dikritisi menjadi tidak tepat dan pada akhirnya tidak bisa menemukan solusi tepat.
Secara umum, intellectual cul-de-sac terbagi atas beberapa jenis, yaitu:
  Fallacy of Dramatic Instance
Pemikir jenis ini biasa melakukan apa yang disebut penulis sebagai over-generalisation, yakni penggunaan satu atau dua kasus untuk menggambarkan kondisi sebara umum (general). Padahal setiap masalah meskipun memiliki kesamaan tipe pastilah berbeda secara kondisional. Kita tidak jarang melakukan over-generalisation ini saat memandang dan menilai seseorang atau sesuatu.
Fallacy of Retrospective Determinism
Istilah ini menggambarkan kebiasaan orang untuk melihat suatu masalah sosial yang sedang terjadi dengan melacaknya secara historis dan menganggapnya selalu ada dan tak bisa dihindari. Kerancuan seperti ini pada akhirnya membuat kita bersikap fatalis, menyerah pada keadaan, dan selalu melihat kebelakang. Akhirnya, ide-ide untuk mengeluarkan gagasan-gagasan perubahan tidak bisa diaktualisasikan. Misalnya, orang yang berpendirian tipe ini akan menganggap masalah kemiskinan sebagai masalah yang sudah sejak dulu ada sepanjang sejarah bangsa dan tidak bisa diberantas, maka untuk apa kita meributkan upaya untuk memberantas kemiskinan itu? Bayangkan kalau setengah saja dari populasi rakyat Indonesia berpikiran seperti ini maka kemiskinan akan sangat sulit diberantas.
Post Hoc Ergo Propter Hoc
Maksudnya apabila ada satu peristiwa yang terjadi dalam urutan temporal, maka kita menyebabkan hal pertama sebab dan hal kedua akibat. X datang sesudah Y, maka Y dianggap sebagai sebab dan Y akibat. Padahal keadaan itu tidak ada sangkut-pautnya dengan peristiwa tsb. Untuk lebih jelasnya diberikan contoh : Ada orangtua yang lebih mencintai seorang anak dibandingkan anak lain hanya karena orang tua itu kebetulan naik pangkat atau ekonominya menjadi lebih stabil setelah kelahiran anak kedua. Ketika zaman anak pertama, keadaan jauh lebih buruk. Orang tua itu berkata : “inilah anak emas saya. Anak ini selalu membawa keberuntungan”. Itulah sebabnya orangtua lebih mencintai anak keduanya daripada yang lain. Pemikiran tipe ini dapat mengakibatkan kita tidak tepat dalam melihat sebab dan akibat dari suatu permasalahan sosial dan akhirnya tidak tepat dalam menentukan solusi untuk mengatasinya.
Fallacy of Misplaced Concretness
Tipe ini bisa dimaknai sebagai kekeliruan berpikir yang terjadi karena kita seolah-olah menganggap persoalan yang sedang dibicarakan itu konkret padahal pada kenyataannya ia sangat abstrak. Atau dapat dikatakan, kita mengonkretkan sesuatu yang sejatinya adalah abstrak. Misalnya ada pertanyaan: mengapa umat islam secara ekonomi dan politik lemah? Jawabannya : kita lemah karena sistem. Saat ini kita kembali ke zaman jahiliyah. Lalu apa yang bisa kita lakukan? Jawabannya : kita harus mengubah sistem, tetapi sistem itu sendiri pada dasarnya abstrak. Dan kita memandang sistem itu mudah berubah karena kekonkretannya. Contoh lainnya adalah ungkapan yang mengatakan: ”ini semua sudah takdir Allah”. Ketika terjadi permasalahan sosial dan kita menganggapnya sebagai takdir Allah, maka selesailah sudah perdebatan karena orang cenderung merasa tidak ada lagi yang dapat dilakukan.
Argumentum ad Verecundiam
Berargumen atas dasar otoritas. Ada orang yang sering kali berbicara menggunakan otoritas yang telah diakui keberadaannya sebagai dasar pijakan yang kuat baginya untuk berargumentasi. Padahal kalau mau ditelusuri, secara kontekstual, ia bisa saja dipahami secara berbeda. Orang menggunakan otoritas untuk membela paham dan kepentingannya sendiri. Misalnya : si A mengutip ayat al-Qur’an untuk memaksa lawannya berhenti dengan argumentasinya (apabila ia membantah ayat tsb dikatakan kafir karena tidak mengindahkan perintah yang ada dalam Qur’an). Padahal bisa saja timbul perbedaan pendapat dalam interpretasi makna ayat tersebut. Dan kalaupun si B ingin membantah yang ingin ia katakan adalah penyalahgunaan otoritas Qur’an bukan pada ayat itu sendiri.
Fallacy of Composition
Untuk tipe pemikiran ini, penulis telah memberikan contoh yang menarik, yakni ketika ada satu keluarga disatu kampung yang memelihara ayam petelor mendapatkan untung besar. Melihat itu, berbondong-bondong masyarakat di kampung itu latah beternak ayam petelor dengan harapan bisa meraih untung besar. Akibatnya, mereka semua satu penduduk itu bangkrut karena banyaknya pasokan telur tidak diimbangi dengan permintaan pasar.
Circular Reasoning
Artinya logika yang berputar-putar. Pembicaraan yang dilakukan tak terarah dan mengulang hal-hal yang telah dibicarakan sebelumnya.
Sedangkan mitos, penulis membahas dua jenis mitos, yaitu:
Mitos Deviant
            Mitos ini berawal dari pandangan bahwa masyarakat itu stabil, statis, dan tidak berubah-ubah. Kalaupun terjadi perubahan, maka perubahan itu adalah penyimpangan dari sesuatu yang stabil. Mitos ini berkembang dari teori ilmu sosial yang disebut structural functionalism (fungsionalisme struktual). Menurut teori ini, kalau mau melihat perubahan sosial, kita harus mau melihat struktur dan fungsi masyarakat. Jadi kalau ada dinamika sosial, maka harus ada statistika sosial. Analisis fungsional bisa dilakukan, misalnya dalam memandang persoalan kemiskinan. Kemiskinan meskipun ia tidak diinginkan, namun secara fungsional tetap diperlukan. Orang miskin diperlukan untuk melakukan pekerjaan2 berbahaya yang tak mungkin dilakukan orang kaya, orang miskin memberikan pekerjaan kpd LSM yang meneliti prospek kemiskinan di suatu negara, dll. Jika analisis fungsional ini terus menerus dilakukan dan dijadikan rujukan, kita bisa menjadi pro status quo. Kita melihat perubahan tidak lagi sesuatu yang diharapkan. Misalnya pelacuran, akan dianggap memiliki fungsi untuk mencegah suami-suami yang akan berpoligami.
Mitos Trauma
            Perubahan mau tidak mau menimbulkan reaksi. Bisa berbentuk krisis emosional dan stress mental. Perubahan juga berpotensi menimbulkan disintegrasi pada awalnya. Bisa berbetuk disintegrasi sosial dan disintegrasi individual. Misalnya : ada teori yang dinamakan Cultural Lag (kesenjangan kebudayaan). Perubahan yang terjadi disuatu tempat belum tentu terjadi di tempat lain pada waktu yang bersamaaan. Dan apabila kedua ini bersatu, berpotensi menimbulkan “kegamangan”. Contoh : sebuah perusahaan yang telah dilengkapi peralatan komputer canggih, namun karyawan-karyawannyanya tidak mau atau belum belajar mengoperasikannya. Walhasil, komputer hanya menjadi pajangan untuk memperlihatkan “kelas” dari perusahaan tersebut.
            Perubahan sosial juga berpotensi menimbulkan krisis. Orang yang tidak siap dengan perubahan cenderung bersikap antipati terhadap perubahan. Orang menolak perubahan biasanya disebabkan karena basic security nya terancam. Jadi, ia merasa lebih nyaman dengan keadaan yang lama. Sikap antipati ini membuat orang menciptakan defensive mechanism. Dengan begitu, dapat dikatakan bahwa perubahan sosial juga mendatangkan masalah sosial baru. Perubahan sosial juga berpotensi menimbulkan krisis. Orang yang tidak siap dengan perubahan, yakni golongan orang yang sudah merasa nyaman dengan kondisinya saat ini cenderung bersikap antipati terhadap perubahan. Sikap antipati ini membuat orang menciptakan defensive mechanism. Dengan begitu, dapat dikatakan bahwa perubahan sosial juga mendatangkan masalah sosial baru. Selanjutnya penulis mengungkapkan makna dari rekayasa sosial yang sebenarnya dapat dengan mudah kita temukan dikehidupan sehari-hari.
            Ada dua macam bentuk perubahan sosial, yakni perubahan sosial yang terjadi secara terus-menerus, tetapi berlangsung secara perlahan tanpa kita rencanakan disebut unplanned social change (perubahan sosial yang tidak terencana). Hal ini disebakan oleh perubahan dalam bidang teknologi atau globalisasi. Bentuk kedua adalah perubahan sosial yang kita rencanakan tujuan dan strateginya yang disebut planned social change (perubahan sosial terencana). Seringkali disebut juga dengan istilah social engineering atau social planning. Contoh dari planned social change adalah pembangunan (development) yang berkisar pada bagaimana mengubah satu masyarakat dengan mengubah sistem ekonominya yang biasanya berpegang pada Ekonomi Klasik. Penulis mengatakan bahwa sebenarnya selama Orde Baru kita telah melakukan rekayasa sosial dengan pola development.
            Bab terakhir penulis memaparkan tentang revolusi. Pada umumnya, revolusi terjadi ketika banyak orang merasa tidak puas dengan keadaan yang terjadi. Krisis yang melanda menuntut hadirnya suatu perubahan fundamental dan holistik, adanya reformasi yang mungkin sebelumnya sudah terjadi dirasa berjalan terlalu lamban dan tidak menyelesaikan permasalahan. Dari kondisi inilah kemudian perubahan total dianggap perlu sebagai jawaban, perubahan ini disebut revolusi. Revolusi sendiri dapat diartikan sebagai bentuk dari perubahan sosial yang paling spektakuler yang menyentuh seluruh aspek kehidupan berbangsa, dalam buku tersebut bahkan dikatakan bahwa revolusi menutup satu zaman dan membuka zaman baru tanpa menyisakan hal apapun seperti sebelumnya.
            Revolusi memang perubahan yang cepat, tetapi tidak semua perubahan yang cepat disebut revolusi. Menurut Sztompka, setidaknya ada lima ciri dari revolusi yang membedakannya dari perubahan sosial lainnya:
1. Revolusi menghasilkan perubahan dengan skala paling luas dan menyentuh seluruh dimensi kehidupan masyarakat.
2. Perubahan pada revolusi bersifat radikal, fundamental, dan mengakar pada inti permasalahan.
3. Perubahan terjadi dengan sangat cepat.
4. Revolusi menunjukkan perubahan yang paling nyata; karena itu paling dikenang.
5. Revolusi menimbulkan reaksi emosional dan intelektual yang besar dari seluruh pihak.
Penulis selanjutnya memaparkan empat mazhab teori revolusi yang masing-masing memiliki karakter khusus, yakni:
 Mazhab Behavioral
Inti dari mazhab ini adalah revolusi ditandai dengan perubahan perilaku manusia yang fundamental. Teori ini dikemukan oleh Pitirim Sorokin pada tahun 1925 dimana ia melihat berdasarkan pengalamannya saat Revolusi Rusia tahun 1917. Ia mengatakan bahwa dalam revolusi selalu terjadi penyimpangan perilaku individu. Hal ini dapat terjadi karena adanya represi (tekanan) dari elite penguasa terhadap kebutuhan masyarakat. Adanya kekecewaan dan kemarahan yang dirasakan rakyat pada puncaknya akan menghadirkan revolusi yang dilakukan rakyat terhadap penguasa.
Mazhab Psikologis
Menurut teori ini, revolusi terjadi akibat adanya perbedaan antara situasi yang diharapkan dengan kenyataan di lapangan. Meskipun demikian, tidak semua penderitaan menimbulkan pemberontakan. Untuk mencapai revolusi, masyarakat harus merasakan adanya pernderitaan dan ketidakadilan tersebut. Penulis mengambil contoh kondisi di Indonesia yang ada sekian juta masyarakat miskin namun tidak memberontak. Mereka tidak melihat kemiskinan itu sebagai bentuk ketidakadilan, tetapi mereka menganggap bahwa menjadi miskin adalah takdir hidupnya. Hal inilah yang menurut penulis menjadi penyebab mengapa Indonesia belum terjadi revolusi.
 Mazhab Struktural
Menurut mazhab ini, penyebab revolusi berasal dari struktural antara warga negara dan negara yang besifat makrostruktural, bukan pada tataran individual.
Mazhab Politik
Mazhab ini melihat revolusi sebagai bentuk politik dari pihak-pihak yang ingin mengendalikan negara.

Resume Buku : REKAYASA SOSIAL: REFORMASI, REVOLUSI, ATAU MANUSIA BESAR. Penulis : Jalaludin Rakhmat

Selasa, 11 Desember 2012

Assy Shop

Giordani Man Eau de Toilette

Aroma menyegarkan dan mewah dari Italian neroli dan bergamot menyatu dengan black pepper dan marine accord. Giordani Man menghasilkan nuansa elegan dan modern sejati bagi pria. Keharuman sandalwood dan musk yang hangat memberikan karakter amber yang nyata. 75 ml.
Kode:17328
Rp.285.000 true 

 

Giordani Gold Age Defying Foundation


Wajah tampak awet muda sempurna - kecantikan klasik sepanjang masa diperkaya dengan ekstrak White Truffle untuk meningkatkan kualitas kerja age defying yang telah dikembangkan. Teksturnya yang creamy menggabungkan hasil akhir yang halus, merata dan menghidrasi dengan SPF 8 untuk membantu kulit tampak sempurna. 30 ml.
Pilih warna:
Warna baru! Porcelain
Kode:21621 , BP
21621
21621_in_ID
Porcelain
true
false
Rp.139.000
Rp.179.000
Harga Unit Rp.0 /
false
18
false
false
21622
21622_in_ID
Light Ivory
true
false
Rp.139.000
Rp.179.000
Harga Unit Rp.0 /
false
18
false
false
21623
21623_in_ID
Natural Beige
true
false
Rp.139.000
Rp.179.000
Harga Unit Rp.0 /
false
18
false
false
Rp.139.000 true

 

Oriflame Detangling Spray

Semprotkan pada rambut basah atau kering untuk membantu mengatasi rambut kusut dan memudahkan saat menyisir. Cocok untuk rambut panjang dan sulit diatur. 125 ml.
Kode:10825
Rp.55.000 

Very Me Clickit Eyeliner


Percantik mata dengan high-gloss eyeliner. Kombinasikan dengan clickit mascara untuk penampilan lebih glamour. 3.5 ml.
Pilih warna:
Warna baru! Black
Kode:20437 , BP 
Rp.49.900

 

My Backgrounds